Rabu, 25 Mei 2011

UNJUK RASA DAN PERILAKU KEKERASAN


 kita tidak mengingkari bahwa pada zaman penjajahan, para pemuda berjuang sangat keras, gigih bersemangat tidak takut mengorbankan harta bahkan nyawa demi negara dan bangsanya. Tatkala mereka berhasil memerdekakan bangsa, maka sangat wajar kalau diberi gelar pahlawan. Baik yang gugur maupun yang sempat menikmati zaman kemerdekaan. Atas jasa mereka menghancurkan dan mengusir penjajah, kita bisa hidup dalam negara yang kita impikan. Bebas dari belenggu penjajahan baik fisik maupun mental. Tanah air yang memendam harta berlimpah diharapkan bisa dibangun bagi  kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan, dan adil yang mensejahterakan.

Tiap zaman menciptakan pahlawan. Mungkin hanya musuh dan medan perangnya yang berbeda. Namun nilai perjuangannya tetap sama. Anak-anak sekarang juga berjuang sangat keras menghadapi musuh yang bentuk serta wilayah yang sangat luas. Pertarungan satu lawan satu atau keroyokan pada setiap waktu dan kesempatan. Tidak ada detik dan menit yang terlewat. Sehingga wajar bila seorang anak yang berhasil tamat SMU dan masih tetap jadi anak baik sesuai dengan harapan orang tuanya, juga diberi gelar pahlawan.

Anak sekarang mulai dari bayi sudah menghadapi perjuangan  keras. Musuhnya sangat banyak dan bisa berada dimana dan bentuk apa saja. Sebagian besar bahkan sangat berbahaya dan mematikan. Sang bayi harus berhadapan dengan keinginan ibunya untuk menambah pendapatan keluarga atau ingin tetap cantik dalam memperebutkan Asi. Makanan susu kaleng dihidangkan tanpa anak mampu membantah, padahal memiliki kandungan racun yang mematikan. Makanan harian serta jajanan sekolah juga merupakan musuh yang mampu melemahkan syarafnya karena kandungan bahan yang merugikan kesehatan.

Kala Sang Anak mula bermain. Berlapis musuh sudah menghadangnya. Permainan elektronik yang mempengaruhi syaraf dan fikiran datang bertubi menyerang, baik melalui orang tua maupun lingkungan. Sebagian orang tua bahkan berada pada posisi sang musuh. Makin besar Sang Anak, musuhpun semakin banyak. Posisi orang tua dan guru sebagai pendidik dan pengajar sebagian direbut oleh media tontonan yang tak pantas jadi tuntunan. Acara televisi dan program video menghajar moral dan mental anak-anak ke arah negatif. Interaksi sesama anak yang mencari jati diri dapat saja disusupi perilaku, makanan atau ajaran yang merusak fisik dan moral. Beberapa perilaku seperti pelecehan atau perlakuan tidak adil bahkan  menimbulkan trauma yang membebani pertumbuhan jiwanya hingga menjadi dewasa.

Bertambah dewasa, Sang Remaja menghadapi musuh hampir di seantero sudut hidupnya. Interaksi dengan dunia luar yang melibatkan fisik maupun visual bukan serangan yang enteng. Sekali berarti atau mati. Terjajah atau merdeka. Bagi yang dilengkapi fasilitas cukup, tetap di rumah atau  menyendiri dalam ruangan juga sama bahayanya dengan bergaul tak jelas di luar rumah. Kekerasan di dunia nyata tidak lebih berat dari kekerasan dunia maya. Surga dan neraka di dunia nyata lebih dahulu menyerang fisik baru merasuk dalam fikiran. Dunia maya juga menyediakan surga dan neraka dengan kualitas serta pilihan tak terbatas. Serangan pertama adalah fikiran yang dapat menyebabkan perubahan perilaku. Remaja yang kurang beruntung, berhadapan  dengan musuh berbentuk finansial dan godaan hidup mewah yang instan. Musuh tidak punya  demarkasi teritorial atau waktu. Pertarungan berlangsung sampai mati. Mati moral, adab, etika, budi pekerti, fikiran, semangat, dan bahkan ajaran agama juga bisa takluk tak berdaya. Layaklah setelah berhasil melewati peperangan di era pertumbuhannya, mereka disematkan bintang emas mahaputra pahlawan bangsa kelas satu. Hasil perjuangan anak manusia mencari bentuk dan wujud jati diri hingga remaja masih akan diuji lagi pada era perjuangan sewaktu jadi mahasiswa. Proses perjuangan akan membekas dan berdampak terhadap perilaku mereka di tengah masyarakat setelah dewasa.

Demonstrasi dan Unjuk Rasa

Di seantero dunia, unjuk rasa itu merupakan ciri melekat pada mahasiswa.  Sukarno menyatakan dapat mengubah dunia bila diberikan sepuluh pemuda. Peran unjuk rasa mahasiswa untuk merubah suatu keadaan di negara manapun memang sangat signifikan. Unjuk rasa merupakan protes yang dilakukan secara massal yang istilah kerennya adalah demonstrasi. Protes, demonstrasi dan unjuk rasa sebenarnya merupakan salah satu cara untuk menyampaikan pendapat, dan jelas bukan merupakan cara untuk melepaskan kemarahan, kegeraman, kegusaran atau unjuk kekuatan fisik. Demonstrasi dilakukan bila jalur komunikasi sudah tidak lagi terjalin dengan baik. Demonstrasi juga bisa hanya sedekar mencari perhatian, meningkatkan nilai tawar atau memang untuk menekan pihak yang didemonstrasi.

Demonstrasi yang baik biasanya memiliki isu yang akan dikomunikasikan sebagai tema perjuangan. Tujuannya dipahami para demonstran dan perilaku peserta mampu dikordinir dengan baik. Setiap demonstran harus bisa menjawab tujuan melakukan demonstrasi, pesan apa yang akan disampaikan, siapa yang jadi target penerima pesan, apa yang ingin dicapai, mengapa ikut sebagai demonstran dan apa dukungan atau simpati yang akan digalang dari masyaralat.  Karena untuk menyampaikan pesan, maka demonstran tentunya tidak perlu menampilkan kesan sangar,  penuh amarah dan siap melibas siapa saja yang tidak akomodatif atau partisipatif.

Fakta juga menunjukkan bahwa kredibilitas dan nilai perjuangan yang disampaikan pada suatu demonstrasi dapat melorot bila para demonstran tidak tahu tujuan demonstrasi secara jelas. Istilah demonstran bayaran, demonstran pesanan, demonstran zombie mulai melunturkan citra suatu “episode” demonstrasi pada sebagian besar bangsa kita saat ini. Mulai pulalah demonstrasi dikaitkan dengan kata-pesan politik, kata ongkos, jumlah kumpulan massa terkordinasi, tingkat dan wujud kemarahan, pola provokasi, lingkar pengamanan, jumlah korban luka-luka dan bahkan korban jiwa, tingkat dan luas kemacetan lalu lintas, efek ketakutan terhadap masyarakat, jumlah dan nilai kerusakan dan sebagainya. Demonstrasi bahkan seakan sudah menjadi arena perang campuh. Demonstrasi dapat jadi alat melawan pejabat korup dan fir’aunis dengan kejahatannya. Di satu sisi pejabat juga punya alat ampuh membungkam demonstran dengan tuduhan pencemaran nama baik.

Kekerasan dalam Demonstrasi dan Unjuk Rasa

Karena ada dua pihak yang berseberangan, maka hampir disetiap unjuk rasa akan ada perbenturan. Perbenturan sebenarnya bisa dihindari kalau kedua belah pihak tetap mengemukakan akal sehat. Bila tidak, perbuatan anarkis dan premanisme akan terjadi. Tidak ada lagi beda rasional dan emosional, konstruktif dan destruktif, orang tua dan anak-anak, budi pekerti dan kezaliman. Yang ada hanyalah dendam, dan lawan yang harus dikalahkan. Dari sisi psikologi massa, pribadi dan jati diri demonstran biasanya akan lebur dan hanyut dalam gerakan sekelompok massa. Hal semustahil dan setidak logik apapun bisa membuat kerumunan masa jadi histeris dan brutal, sehingga secara tidak sadar Sepenuhnya akan melakukan aksi anarkis. Bila pihak berseberangan membuat aksi perlawanan, diam saja atau pihak aparat melakukan tindakan yang dianggap  responsif, maka kualitas dan pelampiasan amarah bisa makin meningkat.
Ada pernyataan yang menanggapi negatif masalah demonstrasi akhir-akhir ini. Zaman dulu juga ada demonstrasi, tapi tidak sebrutal sekarang. Demonstrasi dulu terorganisir dengan rapi, berwibawa karena tujuan dan pesan jelas dan mendapat dukungan dari masyarakat luas. Demonstrasi yang dilakukan mahasiswa saat ini terkesan kurang terkelola dengan baik, struktur organisasi tidak jelas, ikatan sesama demonstran kurang kuat, tujuan tidak dipahami atau belum disepakati bersama, tidak ada yang di”tua”kan sehingga kontrol terhadap demonstran lemah. Apabila ada yang memicu perilaku anarkis, maka para demonstran akan bingung.  Dalam situasi “rusuh” mereka tidak tahu berbuat apa. Dapat saja terjadi benturan sesama demonstran, atau antara demonstran dengan masyarakat umum. Dalam situasi tidak terkendali, sifat agresif akan muncul. Tindakan anarkis dan destruktif akan terjadi  berskala naik seperti memaki, melempar, membakar, menghancurkan. Korbannya tentu saja fasilitas di lokasi target baik milik pribadi maupun umum.
Bila dikaji dari segi pelakunya, perilaku anarkis dalam berdemonstrasi bisa saja hanya sebagai perwujudan frustasi atau munculnya sikap alam bawah sadar pelaku demonstrasi yang selama ini terpendam dalam. Perjuangan berat sedari bayi hingga melewati masa remaja yang selama ini merupakan diorama dan terpatri dalam hati, akan terbangkitkan dalam gejolak massa. Jadilah demonstrasi sebagai pelapisan kegeraman atau perlawanan. Apalagi media massa cetak dan elektronik juga selalu menampilkan perilaku kekerasan atau contoh langsung kerumunan masa yang berbuat anarkis. Bahkan ada yang menyorot demonstran seakan menjadikannya sebagai pejuang. Potensi perlawanan atau ingin jadi pahlawan yang ada dalam dirinya akan terbangkitkan. Atau mungkin juga sebagai upaya menirukan apa yang pernah dilihatnya. Bangkitlah amarah demonstran beringas, bahkan terkadang tidak memahami apa yang jadi alasan mengapa dia ikut demonstrasi dan melakukan perbuatannya.
Bergabunglah kelompok kaum frustasi dan yang telah atau merasa terzalimi. Bergabunglah kelompok yang ingin menyampaikan pesan untuk mencapai tujuan dengan kelompok yang tersulut emosi. Mungkin juga ada yang coba memunculkan jati diri palsu yang jadi obsesinya karena dipupuk kondisi lingkungannya. Menyatulah rasa perlawanan atas kekalahan yang selalu mewarnai kehidupannya dalam persaingan demi persaingan pada setiap episode hidupnya selama ini. Kalah jadi juara kelas, kalah memperebutkan sekolah favorit, kalah dalam persaingan cinta, kalah dalam merebut perhatian orang tua atau saudara,  kalah dalam memiliki asesoris pergaulan. Berhamburanlah rasa kecewa karena selalu dilarang atau selalu tidak bisa memenuhi keinginan. Bercampurlah benci dan dendam terhadap kondisi kehidupan. Bila katup kontrol diri terlepas karena teriakan atau semangat yang dikobarkan, tidak sesiapa lagi yang dihargai. Bahkan nyawa sendiri juga dianggap sebagai belenggu kebebasan fikiran. Hilang kesadaran dan akal sehat. Berlakulah kekerasan.
Penutup  
Demonstrasi dengan kekerasan biasanya dipicu semangat kebersamaan semu. Merasa memiliki identitas yang sama karena bergerak bersama. Merasa akan tersisih dari kelompok bila tidak berbuat bersama, atau merasa pahlawan bila bisa berbuat lebih hebat dari yang lain. Berat memang perjuangan untuk tidak terlibat dalam arus demonstran kalau ada potensi perlawanan dalam jiwa yang belum tuntas. Dalam proses menuju dewasa, ikut terlibat dalam demonstrasi mungkin perlu diukir dalam sejarah hidup. Bagaimana berperan jadi pimpinan atau jadi anak buah yang baik. Bagaimana mengatur dan mengkondisikan keadaan. Bagaimana bereaksi dengan perubahan dan suasana yang tidak terduga. Ada berbagai ilmu yang dapat direguk bila pernah jadi demonstran. Keren lagi.

Namun ada hal yang tidak perlu perlu dimasukkan dalam catatan kehidupan, yaitu pernah jadi pelaku tindak anarkis. Pembentengan ini hanya dapat dilakukan bila mahasiswa memiliki jati diri yang kuat karena dibentuk kondisi kehidupan harmonis, tidak dalam lingkaran kecemasan atau ketakutan. Percaya diri karena mengetahui potensi diri dan membangun kemandirian yang didasari etika dan moral. Mahasiswa yang tidak terlibat dalam kegiatan kemahasiswaan tidak akan pernah dapat menguji apakah dia memiliki potensi perilaku anarkis, atau memang hanya ditakdirkan sebagai pelengkap pelaku dan keterangan tempat dalam sejarah kehidupannya. Mahasiswa yang tidak pernah terlibat gerakan juga tidak pernah punya kesempatan menguji potensi kepemimpinan yang dimilikinya.  
Jadi pemimpin dimasa mendatang tidak mudah. Pada era komunikasi dan masyarakat makin melek informasi serta menjunjung nilai demokrasi, unjuk rasa dapat saja jadi budaya bangsa. Perilaku ini sudah berlaku sejak dulu di ranah tercinta ini dengan adanya kata bijak yang mengatakan raja baik raja disembah, raja lalim raja disanggah. Sudah saatnya membina diri untuk tidak jadi fir’aun. Merasa paling berkuasa sehingga tidak bisa disanggah atau dibantah, padahal citra manusia modern justru ditampilkan dengan keluesan berbeda pendapat. Merasa paling dibutuhkan sehingga semua kedaulatan harus berada dipundaknya, dan tidak mau berbagi kekuasaan dengan orang lain. Pimpinan yang baik saat ini justru dicirikan dari kemampuan berbagi kewenangan dan tanggung jawab. Jangan menganggap paling berjasa karena merasa semua orang telah disejahterakan, padahal rezeki datangnya dari Tuhan. Perilaku korupsi dan menjerahap yang bukan menjadi hak, sebenarnya adalah perilaku hewan dan termasuk bukan budaya manusia beradab. Bila kita semua berlaku sebagai manusia yang memanusiakan manusia, tidak akan ada demonstrasi dan tidak ada kekerasan. Apalagi demonstrasi yang diwarnai kekerasan.

TRUP GEMBIRA

 Terus terang, saya tidak bisa menyebutkan siapa yang menciptakan permainan trup. Tapi jelas asalnya memang pasti orang Medan, karena ada ujar-ujar yang mengatakan, “Jangan mengaku anak Medan kalau tidak pandai main trup”.  Namanya resminya adalah Trup Gembira. Kadang-kadang disebut juga dengan Trup Keling.  Istilah Keling tidak ada di daerah lain kecuali  hanya ada di Medan. Maka pasti, trup gembira adalah khas permainan kartu anak Medan.
Permainan trup bebas dari judi. Bukan tidak bisa. Kalau mau, semua bisa dijadikan permainan judi. Tapi main trup memang tidak enak untuk dijadikan ajang perjudian. Kalau sekedar untuk cari hoga saja, memang main trup paling tepat karena bisa buat naik syur.  Di Medan, permainan trup adalah salah satu permainan yang masuk “daftar resmi” dalam perlombaan merayakan ulang tahun kemerdekaan disamping panjat pinang.
Kartu yang dimainkan adalah kartu remi biasa. Permainan khas anak Medan ini, memiliki nilai filosofis yang tinggi.  Sangat tepat untuk mewakili kedinamisan kehidupan anak mudanya. Anak Medan itu punya perhitungan. Dalam trup ada istilah penawaran yang disesuaikan dengan nilai kartu yang dimiliki. Anak Medan punya jiwa “gambling” yang tinggi sekali. Walaupun modal tidak cukup, tapi keberanian untuk membawa trup mungkin bisa berakhir dengan kemenangan. Dan bukan tidak mungkin pula kalah telak yang disebut dengan Pek Go. Nilai “perkawanan” dalam main trup juga sangat tinggi sekali. Ada istilah yang mewakilinya, ”Kan kita tidak main sendiri. Percuma ada kawan” 
Dalam permainan trup, semua kartu terpakai kecuali joker. Nama kartu disesuaikan dengan gambarnya yaitu; hati, keling, keriting dan luit. Daun dua jadi marka atau tanda untuk menghitung angka kemenangan. Main trup bisa empat, enam atau delapan orang.  Dua juga bisa. Itu hebatnya. Fleksibel, sehingga kalau ada kumpul-kumpul, semua bisa ikut main. Pada permainan empat orang, masing-masing peserta mendapat delapan kartu. Daun lima, enam dan tujuh tidak terpakai. Semua kartu terpakai bila bermain enam atau delapan orang. Pada permainan enam orang, masing masing dapat delapan kartu, sedangkan untuk permainan delapan orang masing-masing dijatah enam kartu. Makin banyak pemain, makin hati-hati dan penuh perhitungan cara bermainnya. Makin banyak pemain, makin tinggi tingkat kegembiraannya. Riuh rendah dan penuh canda.
Permainan dimulai dengan pembagian kartu pembuka. Main empat dan enam dapat empat kartu. Main delapan tiga kartu. Dari nilai kartu yang diterima, pemain dapat memperhitungkan modalnya (lihat nilai cara penawaran dalam boks). Modal diperhitungkan dari pegangan kartu dengan gambar dan warna yang sama. Tawaran bisa dilakukan bila nilai kartu minimal 30.  Kalau nasib baik, pada pembagian kartu kedua bisa menambah modal. Kalau nasib tidak baik, maka kartu yang datang pada pembagian kedua lain jenis walau warna sama.
Pemain yang mula menurunkan kartu adalah yang di sebelah kanan pembagi kartu. Pemain yang menawar sudah meletakkan kartu modalnya di bawah himpitan kotak kartu remi. Kartu dengan warna yang sama  disepakati sebagai trup pada sesi permainan itu. Hukum dan perangkat di bawahnya akan mengalahkan semua nilai kartu yang bukan trup. Tidak perduli walaupun tingkatannya juga sama-sama hukum. Bila tidak ada yang sama dengan kartu yang diturunkan, maka pemain boleh memotong. Memotong bisa untuk mengambil kartu lawan dengan menebak trup yang disimpan penawar, atau bisa juga menyelinapkan kartu berharga bila kartu kawan sudah menang. Untuk menyelamatkan perolehannya, pemain ada yang coba menurunkan kartu yang lain dari warna yang diminta. Namanya curi ayam. Kalau ketangkap pihak lawan, ya ronggeng juga. Jelas hukum berlaku. Apalagi kalau kalah sudah lima sesi dalam satu permainan, maka hukuman langsung putus. Ronggeng. Sebelum ronggeng, kelompok yang kalah harus menjalani hukuman tambahan terlebih dahulu. Biasanya memukul tiang listrik. Celoteh atau sindiran kelompok yang menang disertai teriakan takpung-takpung menghangatkan suasana.  Asyiik.
Satu hal yang paling penting, permainan trup menunjukkan anak Medan memang menghargai hukum. Satu-satunya hukum yang masih bisa diakui bersama keampuhannya adalah hukum trup. Kalau hukum trup yang turun,  tidak ada yang bisa mengalahkannya. Walau nilai kartu kecil, tapi kalau sudah dinyatakan sebagai trup, maka hukum yang manapun juga pasti kalah. Itulah hebatnya kesepakatan dalam trup. Permainan yang sangat sportif dan membiasakan diri akrab dengan hukum. Hanya main trup yang menyatakan bahwa kartu tertingi nilainya adalah hukum, Hanya trup yang menghukum orang yang tidak cukup modal tapi coba-coba main. Trup tidak boleh nekat, berani silahkan saja. Sayang sekali permainan ini sudah mulai ditinggalkan anak muda sekarang. Kalah dengan play stasiun yang sangat personal. Kalah dengan internetan, atau SMSan. (Jaya Arjuna)

syur                       = sangat suka dengan nilai kualitas maupun kuantitas yang tidak terdefinisikan.
hoga                       = syur-syuran.
Pek Go                   =  seratus lima puluh
kumpul-kumpul    = pertemuan informal
ronggeng              = berpindah tempat sambil berjoget. 

.
Text Box: Tawaran

10 lawan mencari 195  20 lawan mencari 185

30 lawan mencari 175  40 lawan mencari 165 400 lawan mencari 105  410 lawan mencari 95

Tani adalah tawaran tertinggi karena dalam permainan tidak ada yang boleh dimenangkan lawan. Keistimewaannya karena penawar bisa main duluan.

Text Box: Harga Kartu

3   = 50 (hukum)

Jack  = 30

9  = 20

As  = 11 (Sat)

10  = 10

King  = 3

Queen      = 2

Kartu lain tidak berharga kecuali bila jadi trup( pemotong). maka nilainya sesuai dengan urutan bilangannya. Tetapi harganya tetap tidak ada. Jumlah nilai kartu 504