Sabtu, 26 Februari 2011

JANJI KELING

Kamis 28 Januari 2010 Presiden Republik Indonesia Bapak Susilo Bambang Yudhoyono telah meresmikan beroperasinya PLTU Labuhan Angin dengan kapasitas 2 x 115 MW. PLTU Labuhan Angin menggunakan bahan bakar batubara berkalori rendah, tetapi potensi sumber pencemar tinggi. Cadangannya melimpah di tanah air, namun bisa juga kekurangan kalau tawaran ekspor lebih menggiurkan. Pejabat tinggi PLN dari Jakarta sangat yakin bahwa PLTU Labuhan Angin dapat mengatasi krisis energi listrik di Sumut, dan insya Allah tidak ada lagi pemadaman. Gubernur yakin. Presiden percaya dan turut meyakinkan.
Janji memang sangat erat dengan kepercayaan dan keyakinan. Secapek apapun berjanji kalau orang tak yakin, runyam. Makanya ada istilah sekali lancung keujian, seumur hidup orang tak percaya. Menurut Kamus Kamus Bahasa Indonesia 2008, lancung artinya palsu, tidak jujur, curang,  Makin banyak berjanji, makin ketahuan palsunya. Kalau selama ini memang selalu memberikan janji palsu, tidak jujur atau curang, mana ada orang mau percaya. Dan bagi PLN, pengucapan janji untuk tidak padam lagi sudah kehilangan nilai sakralnya. Mudah diucapkan, mustahil dilaksanakan.
Mahfud MD yang Ketua Mahkamah Konstitusi dalam orasinya ketika menerima anugerah People of The Year 2009, menyatakan,:”Indonesia saat ini dilanda fenomena demagog dalam demokrasi Menurut Mahfud, pemimpin yang selalu mengumbar janji dan tak mampu memenuhinya disebut sebagai demagog. Para demagog menebar janji agar dicontreng dalam pemilihan. Padahal dia tahu semua janji itu palsu. Tidak mungkin dilaksanakan karena memang hanya ragam bentuk kebohongan yang dikemas sebagai “visi-misi” program pembangunan yang akan dilaksanakan kalau terpilih.
Hari Senin, 1 Februari 2010 listrik mati lagi. Padahal aku sedang asyik-asyiknya menonton televisi yang menggunjang-ganjingkan masalah janji. Yang jelas karena sangat penasaran, hal pertama yang aku lakukan saat lampu hidup adalah berselancar di dunia maya dengan kata kunci janji. Waduh. Ternyata ada ratusan berita dan masalah yang terkait dengan janji. Begitu banyaknya ajaran tentang jangan ingkar janji, begitu banyaknya orang jadi penganut paham ingkar janji. Dan lebih banyak lagi jadi pengumbar janji sejati.
Aku ingat. Dulu, kalau ada kawan yang banyak ulok, janjinya disebut janji keling. Waktu kucari kata keling, maka ternyata menurut wikipedia, janji keling itu adalah kata dari seseorang yang selalu memberikan pernyataan bertentangan dengan kenyataan dan pembohong. Sumut terang berderang, tidak ada byar-pet, investasi  akan meningkat karena listrik sudah tersedia mungkin cuma janji keling saja. Buktikanlah janji PLN memang bukan janji keling. Tidak ada lagi pemadaman tahun 2010 dan selanjutnya.

TIDAK BERADAB DAN TIDAK BERBUDAYA

Tiba-tiba saja aku jadi jadi marah melihat semua saluran siaran televisi. Satu saluran sedang menayangkan sinetron yang sebagian besar menceritakan keculasan, keiridengkian dan ketamakan terhadap harta. Pindah ke saluran lain, sama saja. Tayangan siaran langsungnya tentang korupsi dan penyalahgunaan kewenangan kekuasaan. Satu pihak berperan sebagai kelompok membela rakyat, pihak lain adalah tertuduh karena telah menyalahgunakan uang rakyat. Semuanya seakan betul.  Pembela rakyat pasti betul karena mereka berbuat demi bangsanya. Pihak tertuduh juga begitu meyakinkan bahwa apa yang diperbuatnya memang sudah sesuai dengan perundang-undangan yang ada. Aku yakin banyak yang senang karena ada gambaran bahwa hukum memang sedang seakan ditegakkan. Belum lagi tayangan saluran lain menggambarkan dalam penjara ada yang bisa membangun istana. Semua pihak yang diberi kewenangan menjalankan hukum seakan tergadai moral dan harga dirinya demi uang. Duh. Pusing aku. Karena ada juga yang menyatakan bahwa kondisi itu masih wajar.
Beruntung negaraku cukup makmur. Aku masih bisa pindah ke saluran lain. Ceritanya tentang negara menghukum orang karena mencuri. Mencuri untuk megisi perut karena lapar. Hukumannya cukup membuatnya jera untuk tidak mencuri lagi. Tapi ada juga tayangan  tentang seorang mencuri uang negara yang cukup memberi makan orang sekampung selama tujuh turunan. Hukumannya tidak berat-berat amat. Bukan hanya dirinya yang tidak akan jera karena hukuman itu. Calon pencoleng uang negara lain juga sudah dapat menghitung untung rugi menjarah uang negara berkualifikasi kakap. Walau dihukum pasti tetap untung. Memang korupsi adalah perbuatan yang untungnya besar sedang resikonya kecil. Bahkan ada yang menyatakan bahwa korupsi sudah membudaya. Benarkah bangsaku sudah berbudayakan korupsi. Nggak mungkin. 
Masih dari televisi. Pemimpin besar bangsa lain yang jelas rakyatnya makmur, negaranya kaya dan kepastian hukum ada menggunakan mobil mewah. Pemimpinku yang tidak begitu besar-besar kali dan jelas baru saja bekerja, harga mobilnya jauh lebih mahal dari pemimpin negara lain yang jelas telah mensejahterakan rakyatnya. Aku tidak tahu apa harus bangga atau harus malu. Bangga karena pemimpinku difasilitasi bangsanya dengan amat baik. Malu, ternyata pemimpinku tidak punya malu karena rakyatnya masih banyak yang melarat tetapi dia tega bermewah-mewah. Bukankah ada kalimat agung dalam dasar negaraku menyatakan Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab.
Karena sangat penasaran, aku segera membalik kamus Bahasa Indonesia 2008. Kamus itu mendefinisikan bahwa berbudaya adalah bila pikiran dan akal budi (fikiran sehat) sudah maju. Ajaran agama apapun dan akal sehat siapapun jelas tidak membenarkan perilaku korup. Karena korup itu jelas menggambarkan sesuatu yang buruk, rusak, busuk, suka menerima uang sogok atau dapat disogok. Kalau banyak tingkah polah masyarakat yang korup, apakah itu pertanda bangsa ini belum maju. Pasti tidak.
Masih dari kamus itu aku lihat kata beradab. Beradab artinya tingkat kehidupan lahir dan bathin, moral maupun material sudah maju. Kalau begitu definisinya, bangsa ini pasti belum  beradab. Tentu saja aku makin marah bila didefinisikan sebagai bangsa yang tidak berbudaya dan tidak beradab. Tidak betul semua itu. Yang ditayangkan ditelevisi itu pasti salah.  Definisi dalam kamus itupun pasti salah. Bangsaku beradab, dan berbudaya luhur.

HAMZAH FANSURI DALAM KEMUNGKINAN “DIKLONING” SEJARAH

Pemikiran tentang kemungkinan adanya pengkloningan terhadap tokoh pelaku “sejarah” bermula dari membaca sejarah Hang Tuah. Hang Tuah berasal dari Sungai Duyung dan dibawa merantau ke Bintan oleh orang tuanya mencari rezeki sebagai pedagang. Bersama dengan empat sahabatnya, Hang Tuah berkembang dan dibesarkan sebagai pahlawan. Mulailah perjalanan panjang Hang Tuah jadi “ceritaan” yang mungkin agak berlebihan kalau disebut sebagai sejarah. Sepanjang hidupnya diceritakan Hang Tuah pernah berada di, Tiongkok, Siam, Rum, Mekah, Jedah, Keling serta berbagai daerah lainnya di Nusantara baik sebagai pejuang maupun duta kerajaan. Hang Tuah diceritakan pernah dua kali ke Majapahit.  Di Tiongkok Hang Tuah bahkan dikhabarkan berperang melawan Portugis.
Bila dihitung dari kerangka perjalanan waktu, maka kehidupan Hang Tuah mencapai empat abad. Tentunya tidak ada orang yang mampu hidup selama itu. Mungkin saja yang diperpanjang dari catatan kehidupannya adalah jabatan laksamananya. Setiap penggantinya akan sangat bangga menyandang gelar laksamana Hang Tuah. Demikian juga dengan jabatan keempat sahabatnya. Suatu hal yang mustahil adalah kelompok Hang Tuah generasi pertama akan membunuh Hang Jebat sahabatnya dari kecil. Apalagi perlawanan Hang Jebat adalah untuk membela perlakuan raja yang semena-mena terhadap Hang Tuah. Tapi bagi Hang Tuah generasi perpanjangannya mungkin saja, karena ikatan sesama mereka hanya karena jabatan yang diberikan raja. Cerita berakhir dengan menyingkirnya Hang Tuah dari dunia ramai seiring dengan hilangnya kekuasaan Malaka. Walau ada yang menganggap Hang Tuah hanyalah khayalan sejarah, namun penyataannya bahwa Takkan Hilang Melayu di Bumi tetap jadi penyemangat sampai sekarang.
Pelaku sejarah yang membumi dan juga cukup menarik untuk dikaji perannya dalam kerangka waktu dan lokasi kejadian adalah Hamzah Fansuri. Hamzah Fansuri kelahiran Barus dan ada juga yang menyatakan di Siam, hidup pada abad ke-17. Hamzah Fansuri diceritakan pernah berjalan ke Jawa, Irak, India, Persia, Mekah dan Madinah. Hamzah Fansuri fasih dan mampu mengutarakan pokok fikirannya dalam berdakwah dan bahkan mengarang karya sastra dalam bahasa Arab dan Persia. Tentu saja dia juga menguasai dan berkomunikasi dengan baik dalam bahasa Aceh, Melayu dan bahasa Barus.
Hamzah fansuri dikenal sebagai ulama yang berpandangan universal. Pendalaman agama dan ketauhidan Hamzah Fansuri telah menembus syariat, thariqat, hakikat, dan memutus makrifat. Pemahaman Hamzah Fansuri tentang keberadaan Tuhan dan manusia dianggap mbalelo pada zamannya karena menyatakan bahwa  Mahluk dan Tuhan.merupakan kesatuan yang dikenal dengan paham Wahdat Al Wujud. Manusia dapat memiliki semua sifat keTuhanan kecuali pada kekuasaan menjadikan dan mengatur semua kejadian. Mungkin karena Fansuri secara jelas berhasil menguak tabir posisi makhluk dan Khaliq, sehingga pandangannya tentang kemanusiaan juga jauh melompati zamannya. Karyanya banyak sekali mencakup fiqih, tasauf, logika, filsafat dan sastra yang masih sangat relevan sampai sekarang.
Disamping berdakwah, Hamzah Fansuri juga menempatkan diri dalam dunia politik dengan membuat kritikan tajam terhadap prilaku politik dan moral raja-raja, kaum bangsawan dan orang-orang kaya. Untuk perilaku yang dilakoni dan paham yang diyakininya tersebut, Hamzah Fansuri dianggap berbahaya dan sesat bagi penguasa di Aceh saat itu. Ajarannya perlu diberangus serta pengikutnya dibasmi. Karyanya dibakar di halaman Mesjid Raya Kuta Raja, dan hanya sebagian yang berhasil diselamatkan seperti buku yang berjudul Asrar al-Arifin, Syarabul Asyikin, al Muntaha, Zinat al Wahidin, Syair Perahu, Syair Burung Pigai, Syair Dagang, Syair Pungguk dan Syair Sidang Fakir, puisi sufi rubai seperti Ikan Tunggal Bernama Fâdhil dll.
Bila dilihat dari jejak sejarahnya, akan sangat sulit dipercaya satu orang Fansuri melakukan semuanya dengan begitu sempurna. Belajar dan menemukan falsafah ilmu sampai mendasar, memikir dan menuliskan, mengajar dan menjadi model perilaku panutan, serta terus berjalan melintas ruang mungkin agak sulit menyatukannya dalam rentang kehidupan manusia yang relative singkat. Manusia punya batas kemampuan energi. Harus sangat disadari bahwa fasilitas dan sarana transportasi pada zaman Hamzah Fansuri di abad 17 merupakan kendala pertama dalam melakukan seluruh kerja yang tercatat sudah dilaksanakannya. Apa mungkin ada orang lain yang jadi pelaku pendamping atas nama Hamzah Fansuri?
Dari catatan sejarah, tidak ada orang besar yang tidak punya murid dan pengikut? Sebagian bahkan jadi murid yang sangat setia tanpa pamrih. Para murid rela melakukan apa saja demi gurunya. Sampai sekarangpun, para guru sufi atau dianggap guru sufi  masih sangat dipatuhi oleh muridnya. Para murid yang memiliki kemampuan dalam menulis akan sangat bahagia dan bangga sekali mempersembahkan karyanya atas nama guru. Rasa minder yang tidak pada tempatnya juga dapat menyebabkan murid tidak berani menyatakan karya yang disampaikannya sebagai karya sendiri. Lebih aman kalau berlindung dibalik nama besar guru. Dunia sastra Indonesia juga pernah mencatat suatu zaman para penulis memproduksi karyanya dengan menggunakan nama alias. 
Hamzah Fansuri  juga punya banyak murid. Murid yang paling terkenal adalah Syeikh Syamsudin Sumatrani yang selain menguasai ilmu agama juga menulis tentang sastra, Diantara karya sastra Samsudin adalah ulasan terhadap karya Fansuri. Mungkin saja sebelum memiliki nama sendiri, Samsudin telah mendakwah serta bermadah atas nama dan karya Fansuri. Jejak perjalanan Samsudin  mungkin secara keliru dicatat sebagai perjalanan Fansuri, sehingga menambah jauh dan banyaknya tempat yang dikunjungi Fansuri. Mungkin masih ada murid-murid lain yang secara sadar meniru gurunya baik dalam berbicara maupun berpakaian. Sang murid berbaur dengan masyarakat dalam kerangka dakwah baik sebagai dirinya maupun sebagai wakil gurunya. Tentunya murid menganggap suatu kehormatan bila masyarakat dapat menerima dan menghargainya sama seperti penghargaan yang diberikan kepada gurunya.
Abdul Rauf al Fansuri adalah seorang ulama besar yang juga menulis dalam bahasa Melayu atau Jawi. Bila Hamzah Fansuri memilih tidak dekat dengan penguasa, Abdur Rauf menjadi pejabat dalam kerajaan Iskandar Muda Mahkota Alam di Aceh. Abdur Rauf al Fansuri semata dikenal sebagai ulama dan bukan sastrawan. Tetapi pada zaman kiprah kedua ulama besar tersebut belum memiliki teknologi dan pencatatan sejarah dan hanya mengandalkan cerita, siapa yang dapat membedakan rekam jejak perjalanan fisik mereka. Tuanku Sunur yang merantau ke Trumon Aceh menulis surat kepada anaknya di Pariaman dalam bentuk syair. Tuanku Sunur menyertakan syair Perahu karangan Hamzah Fansuri dalam kiriman pada anaknya. Bila Dada Meuraxa tidak jeli sewaktu menyalinnya, maka mungkin saja ada yang memasukkan syair Perahu sebagai karangan Tuanku Sunur.  Sejarah dapat dapat saja menkloning waktu, orang, tempat atau hasil karya. Sejarah juga dapat mengklarifikasi siapa yang sebenarnya berbuat apa? Tentu saja memerlukan waktu. Namun jelas Hamzah Fansuri adalah ulama sufi besar dan pioneer yang menginternasionalkan bahasa dan sejarah Melayu. Wajar saja bila ada yang menghargainya secara sangat khusus. Bahkan sampai mengkloningnya hanya semata-mata karena menghargai kharisma nama dan karya besarnya. 

Mangga

Mangga merupakan komoditas perdagangan internasional dan dibudidayakan secara luas di dunia. India merupakan penghasil mangga terbesar dengan produksi mencapai 13,5 juta ton. Indonesia baru mampu menghasilkan sekitar 1,6 juta ton. Mangga masak memiliki daging buah berwarna kuning, krem hingga merah jingga. Lembut, berserat dan penuh sari buah. Lezat, sehingga dalam kitab suci agama Hindu mangga dianggap sebagai hidangan para dewa. Mangga bukan hanya dimakan bila masak, bahkan dari putikpun mangga sudah bisa jadi santapan. Manisan mangga juga sudah lama jadi cemilan kegemaran banyak orang.
Medan mempunyai hubungan sejarah panjang dengan mangga. Belanda telah menjadikan mangga sebagai tanaman peneduh yang masih bisa dinikmati kerindangan dan buahnya sampai sekarang. Batang mangga berupa pohon besar, berdiri tegak, kokoh, bercabang kuat, berdaun lebat dengan tajuk rapat yang indah berbentuk kubah, oval atau memanjang. Cocok sebagai peneduh. Pohon mangga dapat mencapai tinggi 50 m atau lebih. Contohnya, pohon mangga di depan kantor DPRDSU masih berdiri kokoh dan produktif sampai sekarang. Dulunya di jalan listrik juga banyak pohon mangga. Selain mangga, Belanda juga menanam mahoni, asam jawa, bunga tanjung dan trembesi. Kayu mangga walau cukup kuat, keras dan mudah dikerjakan, tapi tidak sesuai untuk dijadikan bahan bangunan. Kalau tidak, nasibnya sudah sama dengan pohon mahoni yang tumbuh sepanjang jalan SM Raja dan juga sepanjang jalan Tebing Tinggi hingga Parapat. Dibabat dengan  restu dan bukan tak mungkin sedikit keuntungan bagi pejabat. 
Mangga, bukan hanya buahnya yang bermanfaat. Kerimbunan tajuknya memang efektif sebagai peneduh. Fakta juga menunjukkan bahwa setelah bencana Tsunami melanda Pantai Barat Sumatera, mangga merupakan tumbuhan yang mampu bertahan mengalami terjangan Tsunami disamping bambu, kelapa, pinang dan kayu Laban. Tak lama setelah hantaman Tsunami, mangga yang tumbuh di sepanjang pantai Meulaboh berbuah lebat. Mangga bisa bertahan dihantam Tsunami karena memiliki akar tunggang yang bercabang-cabang, sangat panjang hingga bisa mencapai 6 m. Akar cabang makin ke bawah semakin sedikit. Paling banyak akar cabang mulai pada kedalaman lebih kurang 30-60 cm. Sehingga akar batangnya tidak muncul dipermukaan tanah. Mangga juga merupakan tanaman yang mudah tumbuh, mulai dari pantai hingga pegunungan. Perhatikan saja, di seluruh halaman pekarangan penduduk di Sumatera Utara tanaman terbanyak adalah  mangga. Di halaman gedung DPRD Kisaran mangga dijadikan tamanan peneduh utama. Indah, teduh dan punya nilai ekonomis tinggi. Di perumahan Sijambi Tanjung Balai, seluruh halaman rumah memiliki tanaman peneduh jenis mangga. Rimbun dan melezatkan bila berbuah. Satu-satunya pohon peneduh di Kantor Bupati Tobasa yang efektif hanya mangga. 
Di Indonesia kita bisa menemukan 40 hingga 70 jenis mangga. Rasa dan kelezatannya berbeda. Mangga apel, mempelam, kueni, ambacang, harum manis, indramayu, golek, lok mai dan  primadonanya tentu mangga udang atau mangga Samosir. Lok mai, arum manis dan mangga golek itu lezat, tetapi seratnya kurang. Hampir tak beda dengan makan agar-agar atau jeli rasa mangga. Mangga udang ukurannya kecil, manis, berserat dan ada sedikit rasa asam. Mangga udang mudah sekali tumbuh dan pohonnya luar biasa rindang, Mampu menjadi peneduh dan memasok buah hingga puluhan tahun. Makan mangga udang tidak perlu pisau. Kupas kulitnya pakai gigi, nikmati daging buahnya. Bijinya jangan dibuang. Masukkan dalam polybag. Enam bulan sudah bisa pindah ke tanah. Lima tahun buahnya sudah bisa dinikmati. Produksi terbanyak mangga udang berasal dari Samosir. Yakinlah, setiap mangga udang yang masuk dalam perdagangan pasar saat ini adalah jerih payah nenek moyang yang menanamnya puluhan tahun lalu. Walau menanam mangga mudah, kita tidak dapat menemukan pohon mangga yang belum berbuah di sekeliling wilayah Danau Toba. Dengan kata lain, tidak ada tanaman mangga hasil budidaya generasi sekarang. Tidak ada yang punya kebanggaan dan berminat mengembangkan serta   melestarikan tanaman yang luar biasa lezatnya itu.
Saya punya kesempatan berkeliling dari sekolah ke sekolah serta dari kantor ke kantor di berbagai wilayah Sumatera Utara. Saya menganjurkan agar setiap lahan kosong, tanami dengan mangga. Mungkin karena malas, ada pendidik yang menyatakan tidak mau menanam mangga karena takut nanti dipanjat anak-anak. Tidak tahu dia bahwa memanjat juga masuk pelajaran ketrampilan luar sekolah. Jatuh dan luka, itulah rapornya. Nanti ada yang mencurinya, kata yang lain lagi. Sangat negatif pandangannya terhadap sang murid. Mungkin dia salah mengajar. Dia tidak tahu bahwa buah mangga adalah sumber vitamin C. Kalau mangga berbuah dan dimakan muridnya, baik masih muda atau sudah masak, tidak ada salahnya. Bila seluruh halaman sekolah dan halaman pekarangan sudah ditanami dan memproduksi mangga, tentu tidak ada pencuri mangga.
Sebuah perusahaan rokok membagikan bibit mangga arummanis secara gratis di Kudus. Upaya ini diawali tahun 1984 dengan membangun dan membagikan bibit gratis kepada masyarakat. Hasil panen dibeli. Masyarakat merasa terpanggil untuk menjadikan Kudus sebagai kota yang diteduhi kerimbunan pohon mangga. Hasil panen mangga dapat meningkatkan perekonomian disamping tercapainya tujuan utama memperbaiki kualitas lingkungan hidup. Medan merasakan komitmen masyarakat Kudus menghijaukan kotanya dengan tanaman mangga, karena sekarang kita dapat menikmati lezatnya mangga arummanis yang relatif murah. Mengapa kita tidak mulai dari sekarang menanam mangga udang, sehingga porsi arunmanis mulai dapat kita rebut kembali di menu makanan kita. Mulai juga dengan pembibitan mangga. Bagikan secara gratis. APBD pasti bisa mendukung, asal hasilnya jelas. Tidak perlu malu meniru yang baik. Bila memang harus, awali saja dengan program studi banding. Tapi hasilnya harus ada.
Seandainya walikota Medan terpilih dan dilantik tahun 2010 ini mengawali kerjanya dengan mengajak masyarakat Medan menanam mangga di setiap lahan yang masih mungkin ditanami, berarti dia telah mulai memenuhi kewajibannya meningkatkan ruang terbuka hijau dari saat ini 5% menjadi 30%. Lima tahun yang akan datang, Medan yang rimbun serta memiliki industri jus mangga dan siap jadi pengekspor buah mangga tentu tidak dapat menolaknya untuk jabatan periode kedua. Medan, Deli Serdang, Langkat, Samosir dan di seluruh Sumatera Utara bisa dihijaukan tanaman mangga dengan jenis spesifik untuk tiap daerah. Dinas Pertanian ditugaskan untuk mengawasi sebaran penyakitnya bila muncul. Dinas Perindustrian memfasilitasi industri jus mangga. Dinas Perdagangan urusi masalah ekspornya, paling tidak mengalahkan Thailand di Asia. Dinas Pariwisata menjual informasi bahwa disamping keindahan dan banyaknya objek wisata menarik, penggemar mangga akan masuk dalam surga kenikmatan rasa mangga. Semua bisa buat program berbasiskan mangga. Semoga.(